Para Salaf (Pendahulu) mengorbankan Dirinya demi ilmu
Pohon
ilmu syar’i yang penuh barakah tidak akan tumbuh dan berbuah kecuali
disirami dengan air pengorbanan jiwa dan semua yang berharga demi ilmu.
Sesungguhnya harga ketinggian derajat adalah sangat mahal.
Ibnul
jauzi mengakui hal tersebut dan berkata, “Saya merenung dan heran,
setiap sesuatu yang berharga jalannya panjang dan berbahaya, sangat
melelahkan untuk mencapainya. Sesungguhnya ilmu merupakan sesuatu yang
paling mulia, tidak akan bisa diraih kecuali dengan kelelahan, tidak
tidur (untuk belajar), mengulang-ulangi, meninggalkan kelezatan dan
santai.”
Seorang Fuqaha berkata, “Selama bertahun-tahun, saya menginginkan harisah (bubur yang dicampur daging), namun tidak bisa mendapatkannya, karena waktu penjualannya bersamaan dengan mendengar kajian. ” [1]
Dengarkan
juga perkataan Ibnul Qayyim yang menguatkan kebenaran tersebut, “Adapun
kebahagiaan (ilmu dan kenikmatannya) tidak akan anda warisi kecuali
dengan mengorbankan apa yang dimiliki, jujur dalam belajar dan niat yang
benar.”
Alangkah indahnya perkataan seorang penyair tentang hal itu,
Katakan
kepada orang yang mengharapkan cita-cita tinggi, dengan tanpa
kesungguhan, sungguh anda mengharapkan sesuatu yang mustahil.
Lalu penyair lain berkata,
Seandainya tidak ada kesulitan semua orang akan berhasil
(Tapi mereka mengira) dermawan akan memiskinkan dan berani berarti mati.
Kemuliaan
bergantung pada sesuatu yang menyusahkan. Kebahagiaan tidak bisa
ditemui tanpa melewati jembatan kesulitan. Jaraknya ditempuh dengan
perahu semangat dan kesungguhan.
Wahai orang yang ingin menemui kekasihnya, tanpa kesulitan selamanya engkau ankan berada di jalan. [2]
Semoga Alloh merahmati orang yang berkata,
“Jangan mengira kemuliaan bagaikan korma yang anda makan
Engkau tidak akan mencapai kemuliaan hingga engkau berbekal kesabaran.”
Para
ulama salaf yang telah mulia mengukir ketauladanan yang indah mengenai
masalah ini. Sulaiman bin Al-Mughirah berkata, “Sufyan Ats-Tsauri
mendatangi kami di Bashrah (ketika itu beliau diusir oleh penguasa dan
lari ke Bashrah). Ia mengutus seseorang kepadaku dan berkata,’Saya
mendapatkan informasi bahwa anda mengajarkan hadits dari Nabi
Shallallahu ‘Alayhi Wasallam dan saya dalam keadaan seperti yang anda
ketahui (tidak bisa datang karena khawatir dilihat oleh tentara-tentara
pemerintah dan menangkap saya), maka datanglah kepadaku kalau bisa (agar
saya bisa mendengar hadits dari anda)’. Sulaiman berkata,”Maka aku
mendatanginya, lalu ia belajar hadits dariku.”
Imam
Abdulloh bin Farrukh Al-Qairuwani pergi menemui Abu Hanifah An-Nu’man
untuk belajar darinya. Ketika Abdullah duduk dirumah Abu Hanifah,
tiba-tiba batu bata jatuh dari atas rumah Abu Hanifah tepat mengenai
kepala Abdullah hingga ia terluka dan darahnya mengucur. Abu Hanifah
berkata kepadaku, “Apakah anda memilih harga denda atau tiga ratus
hadis?” Saya berkata, “Saya memilih tiga ratus hadis.” Kemudian beliau
mengajarinya hadis tersebut.
Ibnu
Khalqan ketika menulis biografi tokoh tafsir Mahmud bin Umar
Az-Zamakhsyari Al-Khawarizmi berkata, “Salah satu kaki Zamakhsyari
terputus. Beliau berjalan dengan kaki palsu yang terbuat dari kayu.
Penyebabnya, ketika dalam sebuah perjalanan menuntut ilmu, di daerah
Khawarizmi, beliau tertimpa salju yang besar dan dinginnya menyengat.
Kaki beliau tergelincir karena kedinginan.
Zamakhsyari
memiliki ijasah bahwa kakinya jatuh karena sebab ini. Agar tidak
disangka orang bahwa kakinya putus karena kejahatan yang dilakukannya.
Memang salju dan hawa dingin sering membuat orang terjatuh dan tidak
bisa dihindari oleh orang-orang yang tidak mengetahuinya.”[3]
Khuzaimah
bin Ali berkata, “Jemari Umar bin Abdul Karim Ar-Rawasy berjatuhan
dalam perjalanannya menuntut ilmu karena kedinginan.”[4]
Hisyam
bin Ammar berkata, “Ayahku menjual rumah seharga dua puluh dinar.
Beliau menyiapkannya untuk perjalanan ibadah hajiku. Setelah sampai di
Madinah, saya mendatangi majlis Imam Malik bin Anas. Saya memiliki
beberapa permasalahan yang ingin saya tanyakan kepadanya. Saya
mendatangi beliau yang sedang duduk disebuah majelis layaknya raja
(karena penghormatan orang kepadanya). Orang-orang bertanya dan beliau
menjawabnya, “saya masuk menemui Imam Malik, dan tiba giliranku untuk
berbicara. Saya berkata kepada beliau, ‘bacakan hadis kepadaku!’ Beliau
berkata, ‘Tidak, anda yang membaca.’ Ketika saya menolaknya dan
membantahnya, beliau marah kepada saya dan berkata, “Wahai pemuda,
kemarilah, bawa orang ini (maksudnya, saya) dan pukullah lima belas kali
cemeti. Orang tersebut membawa saya dan memukuli saya lima belas kali.
Kemudian mengembalikan saya ke Imam Malik dan berkata, ”Saya telah
memukulinya.”
Saat
itu saya berkata, “Anda telah menzhalimiku. Orang tua saya menjual
rumahnya dan mengirimku untuk belajar kepadamu. Saya bangga bisa belajar
dari anda. Anda telah memukul saya lima belas kali cambukan tanpa
kesalahan yang saya lakukan. Saya tidak menghalalkan anda. Imam Malik
berkata, “Apa tebusan dari kezhaliman ini?” Saya berkata, “Tebusannya
engkau harus mengajarkan saya lima belas hadis.” Hisyam berkata, “Imam
Malik lalu membacakan kepada saya lima belas hadis.” Dan setelah
selesai, saya berkata kepadanya, “Wahai Imam, pukullah saya lagi dan
tambahlah hadis kepadaku!” Imam Malik tersenyum dan berkata “Pergilah
dan pulanglah!”[5]
Al-Hafidz
As-Sakhawi berkata, “Abu Ayyub Sulaiman Asy-Syadzkuni salah seorang
penghapal hadis terkenal terlihat dalam mimpi setelah beliau meninggal
dunia. Beliau ditanya, ‘Apa yang Alloh telah berikan kepadamu?’ Beliau
menjawab, ‘Saya pernah berjalan melewati sebuah jalan di Ashbahan sambil
membawa kitab-kitab saya. Hujan turun dan dan tidak ada atap atau
sesuatu yang memayungi saya dan kitab saya dari hujan. Saya takut kitab
saya rusak karena hujan. Saya memeluk kitab saya untuk melindunginya
dengan tubuh saya agar tidak terkena air hingga pagi dan hujan reda.
Dengan demikian, Alloh mengampuni kesalahan saya di dunia dan Akhirat.”[6]
Ibnul
Muqri’ berkata, “Saya berjalan kaki untuk mengkaji nuskhah ”Al Mufadlal
bin Fudlalah” sebanyak 70 kali (Nuskhah adalah kumpulan hadis yang
diriwayatkan oleh seorang Syaikh). Seandainya nuskhah itu ditawarkan
kepada tukang roti untuk ditukar dengan sepotong roti niscaya ia tidak
akan menerimanya. Saya masuk Baitul Maqdis sepuluh kali (berjalan kaki
ke sana sepuluh kali untuk menuntut ilmu).”[7]
Wahai
saudaraku yang tercinta dan saudariku yang mulia, inilah cerita
orang-orang yang shalih, pengorbanan mereka dan hasilnya. Adakah seorang
yang ingin mengikuti jalan mereka? Adakah orang yang ingin mengambil
teladan darinya agar bahagia dunia dan Akhirat.
[1] Shaidul Khatir, Ibnul Jauzi
[2] Miftah Darus Sa’adah, Ibnul Qayyim, 1/108
[3] Wafayaatul A’yan, Ibnu Halkan, 2/82 (saduran)
[4] Tadzkiratul Huffazh, Adz-Dzahabi, 4/1237
[5] Ma’rifatul Qurra’, Adz Dzahabi, 1/196 (saduran)
[6] Fathul Mughitsah bi Syarhil Al-Fiyatil Hadis, As-Sakhawi
[7] Tadzkiratul Huffazh, Adz-Dzahabi, 3/973
Judul Asli:
كيف تتحمس في طلب العلم الشرعي
اكثر من ١٠٠ طريقة للتحمس لطلب العلم الشرعي
(102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Mambara)
Penulis :
ابوالقعقاع محمد بن صالح ال عبد الله
(Abul Qa’qa’Muhammad bin Shalih alu ‘Abdillah)
Penerjemah:
Nurul Mukhlisin, Lc. M.Ag.
Penerbit :
Pustaka Elba
Sumber : http://sunnahkami.blogspot.com/2010/12/antara-kita-dan-mereka-dalam-meraih.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar