Laman

Minggu, 06 Oktober 2013

'Potret Suami Ideal Dalam Rumah Tangga


Menjadi suami dan bapak ideal dalam rumah tangga? Tentu ini dambaan setiap lelaki, khususnya yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir. Dan tentu saja ini tidak mudah kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala.
Sosok kepala rumah tangga ideal yang sejati, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى»
Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluargaku1.
Karena kalau bukan kepada anggota keluarganya seseorang berbuat baik, maka kepada siapa lagi dia akan berbuat baik? Bukankah mereka yang paling berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayang dari suami dan bapak mereka karena kelemahan dan ketergantungan mereka kepadanya?2. Kalau bukan kepada orang-orang yang terdekat dan dicintainya seorang kepala rumah tangga bersabar menghadapi perlakuan buruk, maka kepada siapa lagi dia bersabar?.
Imam al-Munawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat argumentasi yang menunjukkan (wajibnya) bergaul dengan baik terhadap istri dan anak-anak, terlebih lagi anak-anak perempuan, (dengan) bersabar menghadapi perlakuan buruk, akhlak kurang sopan dan kelemahan akal mereka, serta (berusaha selalu) menyayangi mereka”3.

Potret Kepala Keluarga Ideal Dalam Al-Qur-an

Allah Ta’ala menggambarkan sosok dan sifat kepala keluarga ideal dalam beberapa ayat al-Qur-an, di antaranya dalam firman-Nya:
{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).
Inilah sosok suami ideal, dialah lelaki yang mampu menjadi pemimpin dalam arti yang sebenarnya bagi istri dan anak-anaknya. Memimpin mereka artinya mengatur urusan mereka, memberikan nafkah untuk kebutuhan hidup mereka, mendidik dan membimbing mereka dalam kebaikan, dengan memerintahkan mereka menunaikan kewajiban-kewajiban dalam agama dan melarang mereka dari hal-hal yang diharamkan dalam Islam, serta meluruskan penyimpangan yang ada pada diri mereka4.
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا. وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا}
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan dia (selalu) memerintahkan kepada keluarganya untuk (menunaikan) shalat dan (membayar) zakat, dan dia adalah seorang yang di ridhoi di sisi Allah” (QS Maryam: 54-55).
Inilah potret hamba yang mulia dan kepala rumah tangga ideal, Nabi Ismail ‘alaihissalam, sempurna imannya kepada Allah, shaleh dan kuat dalam menunaikan ketaatan kepada-Nya, sehingga beliau ‘alaihissalam meraih keridhaan-Nya. Tidak cukup sampai di situ, beliau ‘alaihissalam juga selalu membimbing dan memotivasi anggota keluarganya untuk taat kepada Allah, karena mereka yang paling pertama berhak mendapatkan bimbingannya5.
Demukian pula dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا}
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqaan: 74).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang beriman karena mereka selalu mendokan dan mengusahakan kebaikan dalam agama bagi anak-anak dan istri-istri mereka. Inilah makna “qurratul ‘ain” (penyejuk hati) bagi orang-orang yang beriman di dunia dan akhirat6.
Imam Hasan al-Bashri ketika ditanya tentang makna ayat di atas, beliau berkata: “Allah akan memperlihatkan kepada hambanya yang beriman pada diri istri, saudara dan orang-orang yang dicintainya ketaatan (mereka) kepada Allah. Demi Allah, tidak ada sesuatupun yang lebih menyejukkan pandangan mata (hati) seorang muslim dari pada ketika dia melihat anak, cucu, saudara dan orang-orang yang dicintainya taat kepada Allah Ta’ala7.

Beberapa Sifat Kepala Rumah Tangga Ideal

1. Shalih Dan Taat Beribadah
Keshalehan dan ketakwaan seorang hamba adalah ukuran kemuliaannya di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya:
{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” (QS al-Hujuraat: 13).
Seorang kepala rumah tangga yang selalu taat kepada Allah Ta’ala akan dimudahkan segala urusannya, baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri maupun yang berhubungan dengan anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ}
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3).
Dalam ayat berikutnya Allah berfirman:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً}
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).
Artinya: Allah Ta’ala akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya)8.
Bahkan dengan ketakwaan seorang kepala rumah tangga, dengan menjaga batasan-batasan syariat-Nya, Allah Ta’ala akan memudahkan penjagaan dan taufik-Nya untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
Jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu9.
Makna “menjaga (batasan-batasan/syariat) Allah” adalah menunaikan hak-hak-Nya dengan selalu beribadah kepada-Nya, serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya10. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu”: Dia akan selalu bersamamu dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu11.
Penjagaan Allah Ta’ala dalam hadits ini juga mencakup penjagaan terhadap anggota keluarga hamba yang bertakwa tersebut12.
2. Bertanggung Jawab Memberi Nafkah Untuk Keluarga
Menafkahi keluarga dengan benar adalah salah satu kewajiban utama seorang kepala keluarga dan dengan inilah di antaranya dia disebut pemimpin bagi anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ}
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf” (QS al-Baqarah: 233).
Dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya tentang hak seorang istri atas suaminya, beliau bersabda: “Hendaknya dia memberi (nafkah untuk) makanan bagi istrinya sebagaimana yang dimakannya, memberi (nafkah untuk) pakaian baginya sebagaimana yang dipakainya, tidak memukul wajahnya, tidak mendokan keburukan baginya (mencelanya), dan tidak memboikotnya kecuali di dalam rumah (saja)13.
Tentu saja maksud pemberian nafkah di sini adalah yang mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak kurang. Karena termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang bertakwa adalah mereka selalu mengatur pengeluaran harta mereka agar tidak terlalu boros adan tidak juga kikir. Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}
Dan (hamba-hamba Allah yang beriman adalah) orang-orang yang apabila mereka membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan mereka) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS al-Furqaan:67).
Artinya: mereka tidak mubazir (berlebihan) dalam membelanjakan harta sehingga melebihi kebutuhan, dan (bersamaan dengan itu) mereka juga tidak kikir terhadap keluarga mereka sehingga kurang dalam (menunaikan) hak-hak mereka dan tidak mencukupi (keperluan) mereka, tetapi mereka (bersikap) adil (seimbang) dan moderat (dalam pengeluaran), dan sebaik-baik perkara adalah yang moderat (pertengahan)14.
Ini semua mereka lakukan bukan karena cinta yang berlebihan kepada harta, tapi kerena mereka takut akan pertanggungjawaban harta tersebut di hadapan Allah Ta’ala di hari kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya15.
3. Memperhatikan Pendidikan Agama Bagi Keluarga
Ini adalah kewajiban utama seorang kepala rumah tangga terhadap anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS at-Tahriim:6).
Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu sendiri dan keluargamu”16.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa kekuasaan dan tanggung jawabnya”17.
Dalam sebuah hadits shahih, ketika shahabat yang mulia, Malik bin al-Huwairits radhiallahu’anhu dan kaumnya mengunjungi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selama dua puluh hari untuk mempelajari al-Qur-an dan sunnah beliau, kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada mereka: “Pulanglah kepada keluargamu, tinggallah bersama mereka dan ajarkanlah (petunjuk Allah Ta’ala) kepada mereka18.
4. Pembimbing Dan Motivator
Seorang kepala keluarga adalah pemimpin dalam rumah tangganya, ini berarti dialah yang bertanggung jawab atas semua kebaikan dan keburukan dalam rumah tangganya dan dialah yang punya kekuasaan, dengan izin Allah Ta’ala, untuk membimbing dan memotivasi anggota keluarganya dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya…seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka19.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mencontohkan sebaik-baik teladan sebagai pembimbing dan motivator. Dalam banyak hadits yang shahih, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam selalu memberikan bimbingan yang baik kepada orang-orang yang berbuat salah, sampaipun kepada anak yang masih kecil.
Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melihat seorang anak kecil yang berlaku kurang sopan ketika makan, maka beliau Shallallahu’alaihi Wasallam menegur dan membimbing anak tersebut, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (ketika hendak makan), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah (makanan) yang ada di depanmu20.
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melarang cucu beliau, Hasan bin ‘Ali radhiallahu’anhu memakan kurma sedekah, padahal waktu itu Hasan masih kecil, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Hekh hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?21.
Imam Ibnu Hajar menyebutkan di antara kandungan hadits ini adalah bolehnya membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut22.
Memotivasi anggota keluarga dalam kebaikan juga dilakukan dengan mencontohkan dan mengajak anggota keluarga mengerjakan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dalam Islam.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di malam hari lalu dia melaksanakan shalat (malam), kemudian dia membangunkan istrinya, kalau istrinya enggan maka dia akan memercikkan air pada wajahnya…23.
Teladan baik yang dicontohkan seorang kepala keluarga kepada anggota keluarganya merupakan sebab, setelah taufik dari Allah Ta’ala untuk memudahkan mereka menerima nasehat dan bimbingannya. Sebaliknya, contoh buruk yang ditampilkannya merupakan sebab besar jatuhnya wibawanya di mata mereka.
Imam Ibnul Jauzi membawakan sebuah ucapan seorang ulama salaf yang terkenal, Ibrahim al-Harbi24. Dari Muqatil bin Muhammad al-’Ataki, beliau berkata: Aku pernah hadir bersama ayah dan saudaraku menemui Abu Ishak Ibrahim al-Harbi, maka beliau bertanya kepada ayahku: “Mereka ini anak-anakmu?”. Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka) beliau berkata (kepada ayahku): “Hati-hatilah! Jangan sampai mereka melihatmu melanggar larangan Allah, sehingga (wibawamu) jatuh di mata mereka”25.
5. Bersikap Baik Dan Sabar Dalam Menghadapi Perlakuan Buruk Anggota Keluarganya
Seorang pemimpin keluarga yang bijak tentu mampu memaklumi kekurangan dan kelemahan yang ada pada anggota keluarganya, kemudian bersabar dalam menghadapi dan meluruskannya.
Ini termasuk pergaulan baik terhadap keluarga yang diperintahkan dalam firman Allah Ta’ala:
{وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا}
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS an-Nisaa’: 19).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum wanita, karena sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atas, maka jika kamu meluruskannya (berarti) kamu mematahkannya, dan kalau kamu membiarkannya maka dia akan terus bemgkok, maka berwasiatlah (untuk berbuat baik) kepada kaum wanita26.
Seorang istri bagaimanapun baik sifat asalnya, tetap saja dia adalah seorang perempuan yang lemah dan asalnya susah untuk diluruskan, karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, ditambah lagi dengan kekurangan pada akalnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“إن المرأة خلقت من ضلع لن تستقيم لك على طريقة”
Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), (sehingga) dia tidak bisa terus-menerus (dalam keadaan) lurus jalan (hidup)nya27.
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyifati perempuan sebagai:
“…ناقصات عقل ودين”
“…Orang-orang yang kurang (lemah) akal dan agamanya28.
Maka seorang istri yang demikian keadaannya tentu sangat membutuhkan bimbingan dan pengarahan dari seorang laki-laki yang memiliki akal, kekuatan, kesabaran, dan keteguhan pendirian yang melebihi perempuan29. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala menjadikan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan penegak urusan kaum perempuan.
Seorang laki-laki yang beriman tentu akan selalu menggunakan pertimbangan akal sehatnya ketika menghadapi perlakuan kurang baik dari orang lain, untuk kemudian dia berusaha menasehati dan meluruskannya dengan cara yang baik dan bijak, terlebih lagi jika orang tersebut adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu istri dan anak-anaknya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah seorang lelaki beriman membenci seorang wanita beriman, kalau dia tidak menyukai satu akhlaknya, maka dia akan meridhai/menyukai akhlaknya yang lain30.
6. Selalu Mendoakan Kebaikan Bagi Anak Dan Istrinya
Termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang beriman adalah selalu mendoakan kebaikan bagi dirinya dan anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا}
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqaan: 74).
Dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjelaskan tentang kewajiban seorang suami terhadap istrinya, diantaranya: “…Dan tidak mendokan keburukan baginya31.
Maka kepala keluarga yang ideal tentu akan selalu mengusahakan dan mendoakan kebaikan bagi anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya, bahkan inilah yang menjadi sebab terhiburnya hatinya, yaitu ketika menyaksikan orang-orang yang dicintainya selalu menunaikan ketaatan kepada Allah Ta’ala32.

Penutup

Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi orang-orang yang beriman, khusunya para kepala keluarga, untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji ini, untuk menjadikan mereka meraih kemuliaan dan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat bersama anggota keluarga mereka, dengan taufik dari Allah Ta’ala.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 9 Rajab 1434 H
Catatan Kaki
1 HR at-Tirmidzi (no. 3895) dan Ibnu Hibban (no. 4177), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani.
2 Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (4/273).
3 Kitab “Faidul Qadiir” (3/498).
4 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (1/653) dan “Taissirul kariimir Rahmaan” (hal. 177)..
5 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/169) dan “Taissirul kariimir Rahmaan” (hal. 496).
6 Lihat kitab “Fathul Qadiir” (4/131).
7 Dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (3/439).
8 Tafsir Ibnu Katsir (4/489).
9 HR at-Tirmidzi (no. 2516), Ahmad (1/293) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “Shahihul jaami’ish shagiir” (no. 7957).
10 Lihat penjelasan Ibnu Rajab al-Hambali dalam “Jaami’ul uluumi wal hikam” (hal. 229).
11 Ibid (hal. 233).
12 Ibid.
13 HR Abu Dawud (no. 2142) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.
14 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/433).
15 HR at-Tirmidzi (no. 2417), ad-Daarimi (no. 537), dan Abu Ya’la (no. 7434), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani dalam “as-Shahiihah” (no. 946) karena banyak jalurnya yang saling menguatkan.
16 Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam “Al-Mustadrak” (2/535), dishahihkan oleh al-Hakim sendiri dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
17 Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 640).
18 HSR al-Bukhari (no. 602).
19 HSR al-Bukhari (no. 2278) dan Muslim (no. 1829).
20 HSR al-Bukhari (no. 5061) dan Muslim (no. 2022).
21 HSR al-Bukhari (no. 1420) dan Muslim (no. 1069).
22 Fathul Baari (3/355).
23 HR Abu Dawud (no. 1308) dan Ibnu Majah (no. 1336), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.
24 Beliau adalah Imam besar, penghafal hadits, Syaikhul Islam Ibrahim bin Ishak bin Ibrahim bin Basyir al-Baghdadi al-Harbi (wafat 285 H), biografi beliau dalam “Siyaru a’alamin nubala‘” (13/356).
25 Shifatush shafwah (2/409).
26 HSR al-Bukhari (no. 3153) dan Muslim (no. 1468).
27 HSR Muslim (no. 1468).
28 HSR al-Bukhari (no. 298) dan Muslim (no. 132).
29 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 101).
30 HSR Muslim (no. 1469).
31 HR Abu Dawud (no. 2142) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.
32 Sebagaimana yang telah kami nukil di atas tentang makna ayat ini.

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni, MA.
Artikel Muslim.Or.Id
==========

Jilbab Bukan Aksesoris! Pakai Jilbablah Secara Syar'i


Jilbab, kalo kita ngomongin soal jilbab pasti terbayang mengenai penutup kepala yang dipakai para muslimah. Padahal arti dari jilbab itu sendiri bukan hanya menutupi kepala saja namun, menutupi seluruh tubuh yang merupakan aurat wanita, atau khimar+gamisnya. Nah, khimar ini adalah penutup kepala sesungguhnya.

Menutup aurat juga ada aturannya, gak boleh asal pake jilbab.Memakai jilbab harus didahului niat yang sempurna ingin benar benar menutup auratnya. Pakailah jilbab yang sesuai syariat atau syar'i.
Namun faktanya remaja sekarang kebanyakan menganggap remeh syar'inya suatu jilbab tersebut. Banyak yang menganggap pake jilbab harus fashion biar gak ketinggalan jaman dan akhirnya melenceng dari tujuan asli jilbab yakni menutup aurat. Boleh saja mengikuti mode asalkan tetap memegang teguh tujuan menutup aurat alias memakai jilbab yang masih tetap syar;i
Syarat syari menutup aurat :
- Busana wanita +hijab+jilbab harus menutupi aurat (seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan).
Jikalau anda melihat seorang muslimah di depan mahram ataupun umum memakai jilbab namun tidak memakai kaos kaki atau tidak menutupi kakinya sesungguhnya ini belum sah menutup seluruh auratnya.

“Hai Asma’, sesungguhnya wanita, apabila telah sampai tanda kedewasaan (haidh), tidak boleh terlihat bagian tubuhnya, kecuali ini dan ini (Beliau mengisyaratkan muka dan telapak tangannya).” (H.R Abu Daud, Al-Albani menghasankannya)

-Tidak ketat atau transparan .
Pakaian muslimah seharusnya tidak menunjukkan  lekuk tubuh. Contohnya banyak muslimah berhijab namun masih memakai celana jeans yang ketat. sesungguhnya pakaian ini belum menutup auratnya.. Sama juga dengan pakaian yang transparan, banyak muslimah yang memakai kerudung transparan sehingga rambut didalamnya terlihat, hendaknya ia memakai dalaman jilbab atau khimar sehingga tidak terlihat transparan.
-Hijab/penutup kepala/Kerudung harus menutupi dada.
Jika anda memakai penutup kepala namun masih menampkan leher dan juga bentuk dadanya ini juga belum sah. hendaknya pakai kerudung yang lebar dan panjang sehingga aurat dada dan rambut tertutup sempurna.

“…janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,..” (An-Nur 31)

-Pakailah pakaian yang tidak terlalu mencolok (Polos lebih baik)
Jika anda perhatikan pakaian yang terlalu banyak aksesoris terlihat lebih ramai dan menurut saya terlalu berlebihan . Kesannya akan terlihat norak.boleh memakai akseoris namun janganlah terlalu berlebihan seperti banyak memakai manik manik di pakaian. atau apalah.Hal ini juga mengundang perhatian lawan jenis atau orang umum.
-Jangan memakai Parfum atau Mewangian berlebih.
Tujuannya untuk menghindari perhatian lawan jenis, banyak muslimah sekarang sudah menutup auratnya namun masih memakai parfum yang berlebihan . Hal ini di haramkan karena mengundang perhatian lawan jenis.
- Jangan ada niat untuk Tabaruj dan Pamer
Luruskanlah niat memakai jilbab hanya untuk Allah SWT bukan untuk mengikuti mode atau fashion , atau hanya ingin dilhat orang lain. Janganlah berdandan berlebihan untuk menarik perhatian lawan jenis.
- Hindari gaya punuk unta

Jangan mengangkat ikatan rambut terlalu tinggi kesannya seperti punuk unta.

“Akan muncul di akhir umatku, wanita-wanita yang berpakaian namun pada hakikatnya bertelanjang. Di atas kepala mereka terdapat suatu penaka punuk unta. Mereka tidak akan memasuki surga, dan tidak juga akan mencium aroma surga. Padahal bau surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.” (H.R Muslim)


Lihat deh, jilbab wanita diatas udah syar'i, terlihat lebih baik kan?














Sumber :  http://yunaandwinter.blogspot.com/2013/06/jilbab-bukan-aksesoris-pakai-jilbablah.html

Sabtu, 05 Oktober 2013

KEUTAMAAN 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH DAN AMALAN YANG DISYARIATKAN

KEUTAMAAN 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH DAN AMALAN YANG DISYARIATKAN


Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin



Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan segenap sahabatnya.

روى البخاري رحمه الله عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام – يعني أيام العشر - قالوا : يا رسول الله ولا الجهاد في سبيل الله ؟ قال ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ثم لم يرجع من ذلك بشيء

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, rahimahullah, dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah ?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun".

وروى الإمام أحمد رحمه الله عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام أعظم ولا احب إلى الله العمل فيهن من هذه الأيام العشر فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

وروى ابن حبان رحمه الله في صحيحه عن جابر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: أفضل الأيام يوم عرفة.

"Imam Ahmad, rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid".

MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN

1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah
Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain : sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة

"Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga".

2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah.
Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi :

الصوم لي وأنا أجزي به ، انه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي

"Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku".

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

ما من عبد يصوم يوماً في سبيل الله ، إلا باعد الله بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريف

"Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun". [Hadits Muttafaqun 'Alaih].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده .

"Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya".

3. Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala.

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

".... dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan ...". [al-Hajj/22 : 28].

Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma.

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

"Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid". [Hadits Riwayat Ahmad].

Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha', tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu

"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah".

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah.

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ

"Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu ...". [al-Baqarah/2 : 185].

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do'a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.

Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do'a-do'a lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa.
Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan keta'atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

ان الله يغار وغيرة الله أن يأتي المرء ما حرم الله علي

"Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya" [Hadits Muttafaqun 'Alaihi].

5. Banyak Beramal Shalih.
Berupa ibadah sunat seperti : shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur'an, amar ma'ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipat gandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq
Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama'ah ; bagi selain jama'ah haji dimulai dari sejak Fajar Hari Arafah dan bagi Jama’ah Haji dimulai sejak Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.

7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-Hari Tasyriq.
Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta'ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم ضحى بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده وسمى وكبّر ووضع رجله على صفاحهما

"Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu". [Muttafaqun 'Alaihi].

8. Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak Berkurban.
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu 'anha bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضّحي فليمسك عن شعره وأظفاره

"Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya".

Dalam riwayat lain :

فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي

"Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban".

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya. Firman Allah.

وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه

"..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan...". [al-Baqarah/2 : 196].

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

9. Melaksanakan Shalat Iedul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya.
Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.

10. Selain Hal-Hal Yang Telah Disebutkan Diatas.
Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan ; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.

والله الموفق والهادي إلى سواء السبيل وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم .

صدرت بأذن طبع رقم 1218/ 5 وتاريخ 1/ 11/ 1409 هـ
صادر عن إدارة المطبوعات بالرئاسة العامة لإدارات البحوث العلمية والإفتاء والدعوة والإرشاد
كتبها : الفقير إلى عفو ربه
عبدالله بن عبدالرحمن الجبرين
عضو ا

[Disalin dari brosur yang dibagikan secara cuma-cuma, tanpa no, bulan, tahun dan penerbit. Artikel dalam bahasa Arab dapat dilihat di http://www.saaid.net/mktarat/hajj/4.htm]
 
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/2888/slash/0/keutamaan-10-hari-pertama-bulan-dzulhijjah-dan-amalan-yang-disyariatkan/

Sabtu, 21 September 2013

Ayo Bangunlah Penuntut Ilmu (Bagian 4)

Bangunlah Engkau Wahai Orang Yang Lemah dalam menuntut Ilmu! (Bagian 4)

3. Dan adapun sebab yang ketiga : APA-APA YANG DIRASAKAN PENUNTUT ILMU DARI MASYAQQOH BADANIYYAH ATAU MASYAQQOH DZAHNIYYAH (KESULITAN BADAN, DAN KESULITAN PIKIRAN).

Kesulitan badan adalah seperti tempat pembelajaran yang jauh sekali, maka dia menjadi berat untuk pergi kesana, seolah-olah tempatnya tidak cocok untuknya, maka dia menjadi orang yang misalnya suka terlambat, dan meski dia datang di pelajaran akan tetapi dia tidak mendapatkan transportasi untuk pulang lagi ke rumahnya, atau dia akan datang ke rumah terlambat.... dan hal-hal lain yang semisal.




Adapaun kesulitan pikiran maka seperti seorang penuntut ilmu yang kesulitan memahami materi-materi syari'ah tertentu, dan itu seperti ilmu nahwu yang mana membantu banyak penuntut ilmu ketika mengalami kesulitan.

Dan saya katakan untuk menjawab hal tersebut :
Pertama : agar engkau mengetahui -Saudaraku penuntut ilmu- bahwa kesulitan dalam meraih ilmu adalah perkara kauniyyah, dan sunnah kauniyyah pastilah terjadi, dan pastilah menuntut ilmu berbarengan dengan kesulitan, dan sebaliknya kesulitan untuk berbarengan dengan menuntut ilmu, dan keduanya tidak akan terpisah selamanya. Maka kaidah yang digunakan untuk mengecualikannya adalah : BAHWA ILMU TIDAK BISA DIRAIH DENGAN JASAD YANG SANTAI, dan bahwa barang siapa yang menuntut ilmu pasti akan begadang malam, dan bahwa sebagian ilmu tidak akan memberikan dirinya padamu sampai engkau memberikan seluruh dirimu padanya, dan bahwa barang siapa menginginkan peristirahatan di akhirat maka dia akan maka dia akan meninggalkan peristirahatan badannya, dan lihatlah atsar berikut ini :

Berkata Al Ashmu'iy : Barang siapa yang tidak merasakan pahitnya menuntut ilmu sesaat, maka dia akan merasakan rendahnya kebodohan selamanya.

Dan dari sebagian salaf : Barang siapa yang TIDAK SABAR (PENGEN CEPAT BISA TAPI TIDAK MAU SUSAH, PENGEN BISA HURA-HURA DAN SENANG TERUS, NYANTAI -PENT) UNTUK BELAJAR, MAKA SISA UMURNYA BERADA DALAM KEBODOHANNYA, dan barang siapa yang bersabar atas menuntut ilmu maka urusannya akan menjadi kemuliaan di dunia dan di akhirat.

Berkata Abul Faraj ibnul Jauziy  -rahimahullah- : Aku memperhatikan dengan heran, bahwa segala sesuatu mempunyai jalan yang berbahaya yang panjang untuk dilewati, dan akan banyak rasa lelah untuk meraihnya, karena sesungguhnya ilmu yang mana dia merupakan semulia-mulianya perkara, maka tidak mungkin diraih tanpa rasa letih, dan tanpa begadang, tanpa mengulang-ulang, dan harus mengharamkan kelezatan dan rasa nyaman, sampai sebagian ahli fiqh mengatakan : Aku telah menetap selama bertahun-tahun ingin menikmati bubur daging yang aku tidak pernah bisa membelinya, karena waktu dijualnya adalah waktu mendengarkan pelajaran.

Dan sungguh indah orang yang mengatakan :
فَقُلْ لِمُرَجِّي مَعَالِي الأُمُورِ
بِغَيْرِ اجْتِهَادٍ رَجَوْتَ المُحَالاَ

Katakanlah kepada orang yang berharap kemuliaan urusan-urusan
Yang mana mereka tidak mau bersungguh-sungguh, Engkau telah berharap hal yang mustahil

Berkata Muslim dalam Shahihnya : Berkata Yahyaa ibn Abi Katsiir : Ilmu tidak akan di raih dengan jasad yang santai/nyaman.

Dan dikatakan : Barang siapa yang menginginkan kenyamanan di akhirat maka dia akan meninggalkan kenyaman di negeri dunia.

Berkata seorang penyair :
فَيَا وَصْلَ الحَبِيبِ أَمَا إِلَيْهِ
بِغَيْرِ مَشَقَّةٍ أَبَدًا طَرِيقُ

لاَ تَحْسَبِ المَجْدَ تَمْرًا أَنْتَ آكِلُهُ
لَنْ تَبْلُغَ المَجْدَ حَتَّى تَلْعَقَ الصَّبْرَا

Wahai penyambung cinta kepadanya
Yang engkau tidak mau kesusahan dalam menggapai jalannya
Jangan pernah engkau sangka bahwa kemuliaan itu adalah kurma yang engkau makan (yakni mudah dan enak -pent) 
Karna kau tak akan bisa mencapai kemuliaan tersebut tanpa menjilat kesabaran

Dan para ahli ilmu -rahimahullah- senantiasa melalui kesukaran yang berat untuk meraih ilmu, Imam Ibn Hisyaam seorang ahli nahwu -rahimahullah- pemilik kitab Qothrun Nadaa dan Al Mughniy dan selainnya menasehati para penuntut ilmu untukbersabar dari kesulitan dalam meraihnya, karena itu adalah SYARAT UNTUK MENDAPATKAN YANG DIINGINKAN (YAITU ILMU YANG MULIA DAN BERHARGA), maka beliau mengatakan :


وَمَنْ يَصْطَبِرْ لِلْعِلْمِ يَظْفَرْ بِنَيْلِهِ
وَمَنْ يَخْطُبِ الحَسْنَاءَ يَصْبِرْ عَلَى الْبَذْلِ

وَمَنْ لَمْ يُذِلَّ النَّفْسَ فِي طَلَبِ العُلَى
يَسِيرًا يَعِشْ دَهْرًا طَوِيلاً أَخَا ذُلِّ

وَمَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً
تَجَرَّعَ ذُلَّ الجَهْلِ طُولَ حَيَاتِهِ

Barang siapa bersabar terhadap ilmu maka dia akan memperolehnya
Dan barang siapa yang melamar wanita cantik lagi baik, maka dia akan bersabar untuk mengorbankan yang dia miliki
Dan barang siapa yang tidak merasakan pahitnya diri ketika menuntut sesuatu yang tinggi
Maka dia akan menjalani kehidupannya sepanjang waktu bersama kerendahan.
Dan barang siapa yang tidak merasakan pahitnya menuntut ilmu sesaat saja
Maka dia akan meneguk hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.

Dan aku mengingatkan pada diriku sendiri - yaitu : Abu Anas- Sesungguhnya aku ini masih dalam permulaan menuntut ilmu, dan aku menetapi waktu sekitar satu tahun yang mana aku kesulitan yang amat sangat dalam memahami nahwu, dan bersama dengan itu aku sangat bersemangat untuk menghadiri pelajaran, sampai Allah anugerahkan padaku pemahaman, falhamdulillah atas segala nikmat-nikmatnya.

Maka wajib bagimu wahai penuntut ilmu untuk berusaha keras untuk meraihnya, karena perkara ini sebagaimana yang dikatan ibnul Junaid : Tidaklah seseorang mempelajari sesuatu dengan kerja keras, dan kejujuran melainkan dia akan memperolehnya, maka jika dia tidak memperoleh seluruhnya dia akan mendapatakan sebagiannya.

Berkata murid-murid Al Allaamah Bahjah Al Atsary tentangnya : aku mengingat bahwa aku tidak dapat hadir mengikuti pelajaran pada suatu hari yang mengkhawatirkan, angin yang sangat kencang, hujan yang deras, banyak lumpur, dan aku mengira bahwa Syaikh tidak akan datang ke tempat belajar, maka ketika aku berangkat di hari yang kedua untuk belajar, maka Syaikh menghardik dengan nada marah :

Tidak ada kebaikan bagi orang yang terhalang belajar karena panas dan dingin

Kedua :
Agar engkau saudaraku penuntut ilmu tahu bahwasanya dengan ketidaksukaan terhadap kepahitan ini dan rasa lelah ini yang mana engkau dapati ketika menuntut ilmu, melainkan Allah akan mencampurkan kepahitan ini dengan rasa manis dan kellezatan yang engkau tidak akan mendapatinya kecuali ketika berusaha menuntut ilmu, dan dengarlah apa yang dikatakan salafush shoolih -rahimahumullah- :

Berkata Ibn Abi Haatim : Aku mendengar Al Muzanniy mengatakan : dikatakan kepada Asy Syaafi'iy : bagaimana rasa keinginanmu terhadap ilmu? Maka dia menjawab : aku ingin mendengar huruf demi huruf -maksudnya : kata demi kata- yang mana aku belum mendengarnya, maka anggota badanku ingin mempunyai pendengaran yang mana dia dapat menikmati sebagaimana telinga-telinga menikmatinya.

Maka diaktakan padanya : bagaimana semangatmu atas ilmu?

Maka dia menjawab : semangat bermacam-macam yang berkumpul/banyak untuk memperoleh kelezatan sebagaimana memperoleh harta

Maka dikatakan padanya : bagaimana caramu mencarinya?

Maka dia menjawab : Sebagai mana seorang perempuan yang tersesat mencari anaknya, dan dia tidak mempunyai anak yang lain.

Berkata Az Zamakhsyariy -rahimahullah- mensifati kelezatan yang dirasakan ahli ilmu dengan bangun malam, dan begadang panjang :

سَهَرِي لِتَنْقِيحِ العُلُومِ أَلَذُّ لِي
مِنْ وَصْلِ غَانِيَةٍ وَطِيبِ عِنَاقِ

وَتَمَايُلِي طَرَبًا لِحَلِّ عَوِيصَةٍ
أَشْهَى وَأَحْلَى مِنْ مُدَامَةِ سَاقِي

وَصَرِيرُ أَقْلاَمِي عَلَى أَوْرَاقِهَا
أَحْلَى مِنْ الدُّوكَاءِ وَالعُشَّاقِ

وَأَلَذُّ مِنْ نَقْرِ الفَتَاةِ لِدُفِّهَا
نَقْرِي لِأُلْقِي الرَّمْلِ عَنْ أَوْرَاقِي

أَأَبِيتُ سَهْرَانَ الدُّجَى وَتَبِيتَهُ
نَوْمًا وَتَبْغِي بَعْدَ ذَاكَ لَحَاقِي؟!

Waktu begadangku untuk memperbaiki ilmu adalah lebih lezat bagiku...
Dari mendapatkan kekayaan dan daging kambing yang lezat...
Dan aku berjalan miring/sempoyongan gembira karena berhasil menyelesaikan masalah
Adalah lebih nikmat dan lebih manis dari minuman yang dihidangkan pelayan
Dan bunyi penaku di atas kertas-kertas
adalah lebih manis dari minuman manis dan rasa asmara
Dan adalah lebih lezat dari tabuhan duff pemuda
Yaitu tabuhanku ketika membersihkan kerikil dari kertas-kertasku
Apakah aku yang begadang dalam kegelapan malam dan engkau di malam hari
tidur kemudian setelah itu engkau menyangka akan memperoleh hasil yang sama denganku?

Dan dengan syair tadi selesailah apa yang aku inginkan untuk dijelaskan, dan hanyalah Allah tempat aku meminta untuk menjadikan perkataan-perkataan ini bermanfaat, dan agar dapat dibaca kepada saudara-saudaraku untuk meraih ilmu syar'i

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Tanbiih penerjemah :
Hendaknya perkataan berupa targhiib dan tarhiib dari para pendahulu kita ini tidak dijadikan hal untuk menghukumi keadaan seseorang. Kemudian terjadi vonis pada seseorang "Anda pemalas, anda tidak mendapat barokah hari ini" "Anda bla bla bla, fulan bla bla bla" karena bisa jadi kita tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari orang tersebut. Kalau anda mendapati keadaan yang demikian (baca : buruk) pada saudara anda, maka berkhusnuzhonlah dan carilah banyak banyak udzur yang yang bisa dijadikan alasan untuknya. Para salaf terhadap dirinya tidak bermanja-manja, tidak banyak beralasan, akan tetapi mereka terhadap orang lain sangat lembut dan penyayang, dan memberikan udzur. Bandingkan keadaan mereka dengan kita yang sangat jauh dari mereka. Apakah yang sudah kita korbankan untuk meraih ilmu yang mulia ini?
Wallahu a'lam

- Selesai -

Diterjemahkan oleh saudaraku alfadhil Abu Saliimah (hafidzahullah) dari kitab  
القصور في طلب العلم: أسبابه وعلاجه
dengan peringkasan dan sedikit penambahan
Link download : 
http://www.archive.org/download/zamallahn/zamallahn.pdf
Pinjam gambar dari www.forum.rjeem.com
Sumber : http://sunnahkami.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_112.html