Laman

Minggu, 09 Juni 2013

Ahlussunnah tidak identik dengan Jubah dan Ghamis Pakistan

Seandainya masyarakat kampung terbiasa untuk memakai sarung, kemeja, baju koko dan songkok hitam, maka hendaknya kita tidak berusaha untuk tampil beda dengan memakai jubah, ghamis (baju pakistan), ‘imamah (sorban yang dililit dikepala) atau syimagh (kerudung yang biasa dipakai oleh laki-laki arab). Karena menurut para ulama, yang disunnhakan dalam masalah pakaian adalah hendaknya seseorang menyesuaikan pakaiannya dengan pakaian penduduk negerinya, selama pakaian mereka (di negerinya) tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

            Imam Ibnul Qayyim <rahimahullah> menjelaskan bagaimana pakaian Rosululloh صلی الله عليه وسلم , “Dan cara berpakaian Rosulullah صلی الله عليه وسلم adalah apa yang Allah mudahkan keberadaannya di negeri beliau” (Hadd ats-Tsaub, Syaikh Bakr Abu Zaid)

            Imam Ibnu ‘Aqil <rahimahullah> berkata, “Tidak seyogyanya menyelisihi kebiasaan masyarakat, kecuali dalam hal yang haram” (Hadd ats-Tsaub, Syaikh Bakr Abu Zaid)

            Syaikh Abdul Qadir al-Jailani <rahimahullah> menerangkan, “Diantara bentuk pakaian yang sebaiknya ditinggalkan  adalah setiap pakaian yang bisa menjadikan pemakainya terkenal di masyarakat; seperti pakaian yang berbeda dengan kebiasaan negeri dan masyarakatnya. Maka hendaklah ia memakai pakaian yang biasa dipakai oleh masyarakatnya.” (Ghidza al-Albab, as-Saffarani)

            Imam Muhammad as-Saffarani <rahimahulloh> menegaskan, “Bab: Makruh hukumnya (bagi seorang muslim untuk) menyelisihi penduduk negerinya dalam masalah pakaian. Seyogyanya ia memakai pakaian yang biasa dipakai di negerinya, agar tidak menjadi bahan perhatian, yang kemudian mengakibatkan penduduk negerinya menggunjing dia, sehingga dia pun ikut berdosa karena menjadi sebab mereka berbuat ghibah. (Ghidza al-Albab, as-Saffarani)

            Setelah Syaikh al-‘Allamah Muhammad al-‘Utsaimin rahimahulloh menjelaskan bahwa pakaian yang paling dicintai oleh Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah jubah, beliau menjelaskannya agar seorang muslim tetap menyesuaikan pakaiannya dengan pakaian yang biasa dipakai oleh penduduk daerahnya. Beliau berkata,”Hadits-hadits yang disebutkan oleh an-Nawawi rahimahulloh di dalam kitabnya Riyadh ash-Shalihin bab adab berpakaian, diantaranya ada yang menunjukkan bahwa pakaian yang paling dicintai Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah tsaub (jubah)... Akan tetapi meskipun demikian, seandainya engkau berada di suatu daerah yang adat penduduknya memakai baju dan sarung lalu engkau memakai pakaian serupa maka tidak apa-apa. Yang penting engkau tidak menyelisihi pakaian masyarakat daerahmu agar engkau tidak terjerumus ke dalam (larangan memakai pakaian yang mengakibatkan pemakainya) tenar, padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah melarang (muslim untuk memakai) pakaian (yang mengakibatkan dirinya) tenar.

            Syaikh Bakr Abu Zaid hafizhahulloh menjelaskan salah satu adab berpakaian, “Perhatikanlah indahnya penampilan, estetika dalam berpakaian dan kebiasaan yang ada selama tidak menyelisihi syari’at yang suci.”

            Berarti kalau begitu di Indonesia kita sama sekali tidak boleh memakai gamis atau jubah?? Tidak juga, tergantung daerah tempat kita tinggal. Ada beberapa daerah di Indonesia yang gamis dan jubah sudah membudaya disana, kalau demikian keadaannya maka tidak mengapa kita memakai pakaian tersebut. Namun ada juga beberapa daerah yang jika pakaian tersebut dikenakan oleh kaum pria akan menjadi hal yang sangat aneh di mata penduduk daerah itu. Kalau demikian keadaannya maka hendaknya kita memakai pakaian yang umum dipakai disana, dengan tetap memperhatikan norma-norma syari’at.  
  
[Disadur dari “14 Hikmah dalam Berdakwah”, oleh Abdulloh Zain, MA. Penerbit Pustaka Muslim.]
Sumber : http://sunnahkami.blogspot.com/2010/12/ahlussunnah-tidak-identik-dengan-jubah.html

Antara Kita dan Mereka dalam Meraih Surga

Para Salaf (Pendahulu) mengorbankan Dirinya demi ilmu
            Pohon ilmu syar’i yang penuh barakah tidak akan tumbuh dan berbuah kecuali disirami dengan air pengorbanan jiwa dan semua yang berharga demi ilmu. Sesungguhnya harga ketinggian derajat adalah sangat mahal.

            Ibnul jauzi mengakui hal tersebut dan berkata, “Saya merenung dan heran, setiap sesuatu yang berharga jalannya panjang dan berbahaya, sangat melelahkan untuk mencapainya. Sesungguhnya ilmu merupakan sesuatu yang paling mulia, tidak akan bisa diraih kecuali dengan kelelahan, tidak tidur (untuk belajar), mengulang-ulangi, meninggalkan kelezatan dan santai.”

            Seorang Fuqaha berkata, “Selama bertahun-tahun, saya menginginkan harisah (bubur yang dicampur daging), namun tidak bisa mendapatkannya, karena waktu penjualannya bersamaan dengan mendengar kajian. ” [1]

            Dengarkan juga perkataan Ibnul Qayyim yang menguatkan kebenaran tersebut, “Adapun kebahagiaan (ilmu dan kenikmatannya) tidak akan anda warisi kecuali dengan mengorbankan apa yang dimiliki, jujur dalam belajar dan niat yang benar.”

Alangkah indahnya perkataan seorang penyair tentang hal itu,
Katakan kepada orang yang mengharapkan cita-cita tinggi, dengan tanpa kesungguhan, sungguh anda mengharapkan sesuatu yang mustahil. 

Lalu penyair lain berkata,
Seandainya tidak ada kesulitan semua orang akan berhasil

(Tapi mereka mengira) dermawan akan memiskinkan dan berani berarti mati.

Kemuliaan bergantung pada sesuatu yang menyusahkan. Kebahagiaan tidak bisa ditemui tanpa melewati jembatan kesulitan. Jaraknya ditempuh dengan perahu semangat dan kesungguhan. 

Wahai orang yang ingin menemui kekasihnya, tanpa kesulitan selamanya engkau ankan berada di jalan. [2]

Semoga Alloh merahmati orang yang berkata,
“Jangan mengira kemuliaan bagaikan korma yang anda makan
Engkau tidak akan mencapai kemuliaan hingga engkau berbekal kesabaran.”

            Para ulama salaf yang telah mulia mengukir ketauladanan yang indah mengenai masalah ini. Sulaiman bin Al-Mughirah berkata, “Sufyan Ats-Tsauri mendatangi kami di Bashrah (ketika itu beliau diusir oleh penguasa dan lari ke Bashrah). Ia mengutus seseorang kepadaku dan berkata,’Saya mendapatkan informasi bahwa anda mengajarkan hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alayhi Wasallam dan saya dalam keadaan seperti yang anda ketahui (tidak bisa datang karena khawatir dilihat oleh tentara-tentara pemerintah dan menangkap saya), maka datanglah kepadaku kalau bisa (agar saya bisa mendengar hadits dari anda)’. Sulaiman berkata,”Maka aku mendatanginya, lalu ia belajar hadits dariku.”
            Imam Abdulloh bin Farrukh Al-Qairuwani pergi menemui Abu Hanifah An-Nu’man untuk belajar darinya. Ketika Abdullah duduk dirumah Abu Hanifah, tiba-tiba batu bata jatuh dari atas rumah Abu Hanifah tepat mengenai kepala Abdullah hingga ia terluka dan darahnya mengucur. Abu Hanifah berkata kepadaku, “Apakah anda memilih harga denda atau tiga ratus hadis?” Saya berkata, “Saya memilih tiga ratus hadis.” Kemudian beliau mengajarinya hadis tersebut.

            Ibnu Khalqan ketika menulis biografi tokoh tafsir Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari Al-Khawarizmi berkata, “Salah satu kaki Zamakhsyari terputus. Beliau berjalan dengan kaki palsu yang terbuat dari kayu. Penyebabnya, ketika dalam sebuah perjalanan menuntut ilmu, di daerah Khawarizmi, beliau tertimpa salju yang besar dan dinginnya menyengat. Kaki beliau tergelincir karena kedinginan.

            Zamakhsyari memiliki ijasah bahwa kakinya jatuh karena sebab ini. Agar tidak disangka orang bahwa kakinya putus karena kejahatan yang dilakukannya. Memang salju dan hawa dingin sering membuat orang terjatuh dan tidak bisa dihindari oleh orang-orang yang tidak mengetahuinya.”[3]

Khuzaimah bin Ali berkata, “Jemari Umar bin Abdul Karim Ar-Rawasy berjatuhan dalam perjalanannya menuntut ilmu karena kedinginan.”[4]

            Hisyam bin Ammar berkata, “Ayahku menjual rumah seharga dua puluh dinar. Beliau menyiapkannya untuk perjalanan ibadah hajiku. Setelah sampai di Madinah, saya mendatangi majlis Imam Malik bin Anas. Saya memiliki beberapa permasalahan yang ingin saya tanyakan kepadanya. Saya mendatangi beliau yang sedang duduk disebuah majelis layaknya raja (karena penghormatan orang kepadanya). Orang-orang bertanya dan beliau menjawabnya, “saya masuk menemui Imam Malik, dan tiba giliranku untuk berbicara. Saya berkata kepada beliau, ‘bacakan hadis kepadaku!’ Beliau berkata, ‘Tidak, anda yang membaca.’ Ketika saya menolaknya dan membantahnya, beliau marah kepada saya dan berkata, “Wahai pemuda, kemarilah, bawa orang ini (maksudnya, saya) dan pukullah lima belas kali cemeti. Orang tersebut membawa saya dan memukuli saya lima belas kali. Kemudian mengembalikan saya ke Imam Malik dan berkata, ”Saya telah memukulinya.”

            Saat itu saya berkata, “Anda telah menzhalimiku. Orang tua saya menjual rumahnya dan mengirimku untuk belajar kepadamu. Saya bangga bisa belajar dari anda. Anda telah memukul saya lima belas kali cambukan tanpa kesalahan yang saya lakukan. Saya tidak menghalalkan anda. Imam Malik berkata, “Apa tebusan dari kezhaliman ini?” Saya berkata, “Tebusannya engkau harus mengajarkan saya lima belas hadis.” Hisyam berkata, “Imam Malik lalu membacakan kepada saya lima belas hadis.” Dan setelah selesai, saya berkata kepadanya, “Wahai Imam, pukullah saya lagi dan tambahlah hadis kepadaku!” Imam Malik tersenyum dan berkata “Pergilah dan pulanglah!”[5]

            Al-Hafidz As-Sakhawi berkata, “Abu Ayyub Sulaiman Asy-Syadzkuni salah seorang penghapal hadis terkenal terlihat dalam mimpi setelah beliau meninggal dunia. Beliau ditanya, ‘Apa yang Alloh telah berikan kepadamu?’ Beliau menjawab, ‘Saya pernah berjalan melewati sebuah jalan di Ashbahan sambil membawa kitab-kitab saya. Hujan turun dan dan tidak ada atap atau sesuatu yang memayungi saya dan kitab saya dari hujan. Saya takut kitab saya rusak karena hujan. Saya memeluk kitab saya untuk melindunginya dengan tubuh saya agar tidak terkena air hingga pagi dan hujan reda. Dengan demikian, Alloh mengampuni kesalahan saya di dunia dan Akhirat.”[6]

            Ibnul Muqri’ berkata, “Saya berjalan kaki untuk mengkaji nuskhah ”Al Mufadlal bin Fudlalah” sebanyak 70 kali (Nuskhah adalah kumpulan hadis yang diriwayatkan oleh seorang Syaikh). Seandainya nuskhah itu ditawarkan kepada tukang roti untuk ditukar dengan sepotong roti niscaya ia tidak akan menerimanya. Saya masuk Baitul Maqdis sepuluh kali (berjalan kaki ke sana sepuluh kali untuk menuntut ilmu).”[7]
 
            Wahai saudaraku yang tercinta dan saudariku yang mulia, inilah cerita orang-orang yang shalih, pengorbanan mereka dan hasilnya. Adakah seorang yang ingin mengikuti jalan mereka? Adakah orang yang ingin mengambil teladan darinya agar bahagia dunia dan Akhirat.


[1] Shaidul Khatir, Ibnul Jauzi
[2] Miftah Darus Sa’adah, Ibnul Qayyim, 1/108
[3] Wafayaatul A’yan, Ibnu Halkan, 2/82 (saduran)
[4] Tadzkiratul Huffazh, Adz-Dzahabi, 4/1237
[5] Ma’rifatul Qurra’, Adz Dzahabi, 1/196 (saduran)
[6] Fathul Mughitsah bi Syarhil Al-Fiyatil Hadis, As-Sakhawi
[7] Tadzkiratul Huffazh, Adz-Dzahabi, 3/973

 
Judul Asli:
كيف تتحمس في طلب العلم الشرعي
اكثر من ١٠٠ طريقة للتحمس لطلب العلم الشرعي
(102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Mambara)

Penulis :
ابوالقعقاع محمد بن صالح ال عبد الله
(Abul Qa’qa’Muhammad bin Shalih alu ‘Abdillah)

Penerjemah:
Nurul Mukhlisin, Lc. M.Ag.

Penerbit :
Pustaka Elba
 Sumber :  http://sunnahkami.blogspot.com/2010/12/antara-kita-dan-mereka-dalam-meraih.html

Kisah Nenek Yang Masuk Surga di Zaman Nabi Musa 'alaihissalam

PENGANTAR
 Inilah kisah seorang wanita tua dari Bani Israil yang mendapatkan peluang emas. Dia memanfaatkannya bukan untuk mendapatkan harta dan benda dunia, tetapi untuk meraih derajat tinggi di Surga yang penuh dengan kenikmatan. Musa meminta kepadanya supaya menunjukkan kubur Yusuf untuk membawa jasadnya pada waktu dia keluar dari Mesir bersama Bani Israil. Nenek ini menolak, kecuali dengan syarat bahwa dia harus menyertai Musa pada hari Kiamat di Surga. Maka Allah memberikan apa yang dimintanya. Seperti inilah ambisi-ambisi tinggi, jiwa yang berhasrat meraih derajat-derajat tinggi. 

Beberapa sahabat berambisi untuk meraih derajat tinggi seperti ini, dan di antara mereka adalah Ukasyah bin Mihshan. Dia memohon kepada Rasulullah agar termasuk dalam tujuh puluh ribu golongan manusia terpilih yang masuk Surga (tanpa hisab). Wajah mereka seperti wajah rembulan di malam purnama. Mereka tidak kencing, tidak buang air besar, tidak meludah. Lalu Rasulullah menyampaikan kepada Ukasyah bahwa dia adalah satu dari mereka. Termasuk juga Abu Bakar yang berambisi dipanggil dari segala pintu Surga. Termasuk pula sahabat yang memohon kepada Rasulullah agar bisa menemaninya di Surga, lalu beliau bersabda kepadanya, "Bantulah aku atas dirimu dengan memperbanyak sujud."

NASH HADIS
Hakim meriwayatkan dalam Mustadrak dari Abu Musa bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam singgah kepada seorang Badui. Beliau dimuliakan, maka beliau bersabda kepadanya, "Wahai Badui, katakan keperluanmu." Dia menjawab, "Ya Rasulullah, seekor unta betina dengan pelananya dan domba betina yang diperah oleh keluargaku." Ini diucapkannya dua kali. Rasulullah berkata kepadanya, "Mengapa kamu tidak seperti nenek tua Bani Israil?" Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa nenek tua Bani Israil itu?" Rasulullah menjawab, "Sesungguhnya Musa hendak berjalan membawa Bani Israil, tetapi dia tersesat di jalan. Maka para ulama Bani Israil berkata kepadanya, 'Kami katakan kepadamu bahwa Yusuf mengambil janji-janji Allah atas kami, agar kami tidak pergi dari Mesir sehingga kami memindahkan tulang-tulangnya bersama kami." Musa bertanya, "Siapa di antara kalian yang mengetahui kubur Yusuf?" Mereka menjawab, "Yang tahu di mana kuburan Yusuf hanyalah seorang wanita tua Bani Israil." Musa memintanya agar dihadirkan. Musa berkata kepadanya,"Tunjukkan kepadaku di mana kubur Yusuf." Wanita itu menjawab, "Aku tidak mau hingga aku menemanimu di Surga." Rasulullah Musa tidak menyukai permintaannya, maka dikatakan kepadanya, "Kabulkan permintaannya." Musa pun memberikan apa yang diminta. Lalu wanita itu mendatangi sebuah danau dan berkata, "Kuraslah airnya." Ketika air telah surut, wanita itu berkata, "Galilah di sini." Begitu mereka menggali, mereka menemukan tulang-tulang Yusuf. Begitu ia diangkat dari tanah, jalanan langsung terlihat nyata seperti cahaya pada siang hari."

TAKHRIJ HADIS
Hadis ini diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadrak (2/624), no. 4088. Dia berkata, "Hadis ini sanadnya shahih, dan keduanya (Bukhari Muslim) tidak meriwayatkannya."

PENJELASAN HADIS
Yang memicu Rasulullah untuk menyampaikan kisah tentang wanita tua Bani Israil seperti dalam hadis di atas adalah bahwa seorang Badui ditamui oleh Rasulullah, maka dia menghormati dan memuliakannya. Lalu Rasulullah memintanya untuk datang kepadanya agar bisa membalas kebaikan dengan kebaikan. Ketika Badui itu datang, Rasulullah menanyakan hajatnya. Dia pun meminta sedikit harta benda dunia, berupa seekor unta betina dengan pelananya sebagai tunggangan dan domba betina yang bisa diandalkan susunya. Rasulullah merasa permintaan dan hajat si Badui tersebut remeh, maka beliau menyampaikan hadis tentang wanita tua Bani Israil yang mengutarakan satu permintaan besar kepada Musa manakala kesempatan itu terbuka. Dia tidak mau memenuhi permintaan Musa sebelum Musa menyanggupi permintaannya, yaitu menyertainya di Surga. Wanita tua ini tidak menuntut emas dan perak dari Rasulnya, dan tidak meminta unta atau sapi atau kambing. Seandainya si Badui itu meminta kepada Rasulullah seperti permintaan wanita ini manakala Rasulullah membuka peluang meminta untuknya, niscaya dia sangatlah beruntung. Doa Rasulullah mustajab. Sekiranya dia meminta doa kepadanya untuk kebaikan Akhirat, niscaya dia akan meraih banyak kebaikan. Rasulullah memberitakan bahwa sebab persyaratan yang diminta oleh wanita tua ini kepada Musa untuk bisa menemaninya di Surga adalah karena dia mengetahui satu ilmu yang tidak diketahui oleh siapa pun dari Bani Israil. Dia mengetahui tempat kubur Yusuf ‘Alayhi Salam. Dan Yusuf telah mengambil janji kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya dari kalangan Bani Israil agar membawa tulangnya bersama mereka manakala mereka keluar dari bumi Mesir ke tanah suci. 

 Ketika Allah mengizinkan Musa dan kaumnya agar keluar, mereka tersesat. Musa terheran-heran karenanya. Dia meyakini bahwa pasti ada rahasia dalam urusan ini. Dia bertanya kepada orang-orang yang bersamanya tentang apa yang terjadi. Maka ulama Bani Israil menyampaikan janji yang diambil oleh Yusuf kepada bapak mereka. Pada saat itu Musa bertanya tentang kubur Yusuf agar bisa melaksanakan permintaannya, tetapi tidak seorang pun mengetahui kuburnya kecuali seorang wanita tua Bani Israil. Musa meminta kepadanya untuk menunjukkan kubur Yusuf. Wanita tua ini menolak kecuali jika Musa mengabulkan permintaannya, dan ketika Musa menanyakan apa keinginannya, ternyata dia menuntut perkara besar. Dia ingin bersama Musa di Surga. Musa tidak ingin mengabulkan permintaannya. Mungkin karena dia melihat permintaannya berlebih-lebihan, apa yang dilakukannya tidak sepadan dengan derajat yang diminta, atau bisa jadi karena Musa tidak bisa mengabulkan permintaan atas sesuatu yang bukan wewenangnya. Maka Allah mewahyukan kepadanya supaya mengabulkan tuntutannya. Dan barangsiapa meminta kepada Allah atas perkara-perkara yang tinggi, niscaya Allah mengabulkan permintaannya, walaupun dia tidak mencapai derajat orang-orang yang berhak meraih derajat tersebut. 

Orang yang mencari Syahadah dengan benar, niscaya Allah menyampaikannya derajat orangorang yang mati syahid, walaupun dia mati di atas tempat tidurnya. Orang yang meminta derajat ulama atau orang-orang yang dermawan, niscaya Allah menyampaikannya pada derajat mereka, walaupun tidak beramal seperti amal mereka. Rasulullah menyampaikan kepada kita bahwa, setelah wanita tua ini meraih apa yang diinginkannya, dia mengantarkan Musa dan orang-orangnya ke sebuah danau. Dia meminta agar air danau itu dikuras, lalu mereka pun berhasil mengangkat jasad Yusuf dari tempat tersebut. Manakala mereka mengangkat jasad Yusuf dan membawanya berjalan, jalanan pun menjadi terang bagi mereka seterang siang hari.

PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS
1. Dorongan Rasulullah kepada para sahabat dan umatnya agar mencari derajat-derajat yang tinggi, sebagaimana dilakukan oleh wanita tua tersebut ketika dia meminta kepada Musa. Dalam hadis shahih dari Rasulullah, bahwa beliau meminta sahabatnya agar memohon Firdaus kepada Allah yang merupakan tengah-tengah Surga dan puncak Surga dan atapnya adalah Arasy Allah.
2. Pemberitaan Rasulullah tentang sebagian kejadiankejadian secara detail yang terjadi pada ahli kitab dan tidak diketahui oleh mereka. Di antaranya adalah kisah wanita tua ini.
3. Hadis membenarkan sebagian kejadian dan peristiwa yang disebutkan oleh Taurat.
4. Adanya wanita-wanita yang baik, pemilik semangat yang tinggi di kalangan Bani Israil.
5. Berita tentang pengambilan janji oleh Yusuf atas Bani Israil agar memindahkan tulang-tulangnya ke tanah suci, dan berita tentang pemindahan yang dilakukan oleh Bani Israil, akan tetapi kita tidak mengetahui tempat dia dikubur.
6. Para Nabi dan Rasul dibolehkan mengambil janji kepada para pengikutnya dan para kerabatnya agar melakukan apa yang baik bagi mereka.
7. Perjanjian yang telah disepakati atas generasi umat pertama berlaku lazim bagi yang datang sesudah mereka. Perjanjian yang diambil oleh Yusuf atas orang-orang yang bersamanya mengikat orang-orang yang datang sesudah itu. Begitu pula janji-janji Bani Israil yang diambil atas generasi pertama mereka dari Allah atau dari Rasul-Rasul mereka adalah lazim atas mereka. Begitu pun janji-janji yang diambil atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan sahabat-sahabatnya.
8. Para hamba bisa tidak mendapatkan taufik jika mereka tidak menunaikan keinginan dan syariat Allah, sebagaimana Bani Israil yang tersesat manakala mereka meninggalkan tulang-tulang Yusuf pada saat mereka keluar.
9. Hadis ini tidak bertentangan dengan hadis lain yang shahih, di mana Rasulullah memberitakan bahwa Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi. Karena yang dimaksud dengan tulang tulang Yusuf adalah jasadnya, bukan karena jasadnya habis dan yang tertinggal hanyalah tulang-tulangnya.
10. Kurangnya perhatian Bani Israil sejak pertama kali terhadap penghormatan kepada kubur-kubur para Nabi. Buktinya, mereka tidak mengetahui – padahal Musa berada bersama mereka – tempat kubur Nabi Yusuf.

Judul :
صحيح القصص (kisah-kisah shahih)
Penulis :
Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor
(Guru Besar Universitas Islam Yordania)
Penterjemah & Editor :
Tim Pustaka ELBA
Download :
(http://dear.to/abusalma]
Sumber: http://sunnahkami.blogspot.com/2010/12/kisah-nenek-yang-masuk-surga-di-zaman.html

Sabtu, 08 Juni 2013

Syaikh Abdul Aziz bin Baz "Nasihat kepada Pelajar (Mahasiswa)"


Ada seorang bertanya dan meminta arahan dan nasehat karena kami diambang pintu ujian akhir. Sesungguhnya putra-putri kami para mahasiswa di universitas ini mereka hendak ujian.

Jawaban
Saya nasehatkan agar bertakwa pada Alloh dan berharap pada Alloh memohon dari-Nya taufiq dan hendaknya semangat dalam perbekalannya dengan belajar dan mengulang serta tidak boleh lalai. Inilah caranya: yaitu kamu maksimalkan waktu siang dan malam dalam belajar dan mengulang bersama teman-temanmu, bertanyalah tentang hal yang sulit bagimu dan ulang-ulangi buku-buku pelajaran kamu serta mintalah pada Alloh kemudahan dengan kamu benar-benar merendahkan diri pada Alloh dalam sujudmu, diakhir tahiyyat, ditengah malam atau diakhir malam kamu meminta kepada-Nya dan Dia akan membantumu, membantumu dan memberikanmu kemudahan dalam menjawab dengan benar lalu membantumu dalam belajarmu dan kamu mesti harus sungguh-sungguh dalam mengulang-ulang pelajaran sesuai dengan semestinya. 
Siapa yang merendah diri dalam minta pada Alloh maka Alloh akan memudahkannya, berdo’alah kepada-Nya. Jadi wasiatku untuk seluruh mahasiswa agar bertakwa pada Alloh dan agar mereka meniatkan dengan ilmunya itu untuk mengharap wajah Alloh dan akhirat serta memberi manfaat kepada kaum muslimin. Bersungguh-sungguhlah dalam berbekal dan mengulang-ulang pelajaran dan belajarlah baik malam dan siang seperti mengulang-ulang dalil-dalilnya dan apa yang menjadi permasalahan bagi para ahli ilmu, sehingga kamu bisa mendapatkan ketenangan dengan hal itu. Demikian Itu mudah – insyaAlloh – dan jadi benarlah jawabanmu dan kamu mengetahui jawaban apa yang mungkin nanti ditanya. 

Semoga Alloh memberkahi anda. Seorang saudara kita bertanya dan berkata, saya telah membeli mobil teman saya dengan harga 2000 Riyal, akan tetapi dia sekarang jadi idiot, dan aku belum berikan haknya (Syaikh bin baz:yaitu kepada temannya?) pada teman yang dia memberi darinya sekarang akalnya tidak sehat, dan dia memiliki kerabat yang masih hidup, paman, saudara perempuan dan ibu, apakah diberikan saja kepada kerabatnya atau tidak?

Jawaban:
Ini termasuk urusan pengadilan, maka pengadilan yang memutuskan hal itu.

Pertanyaan dari salah seorang mahasiwa. Apakah kurikulum untuk pelajaran Hadits Nabi?

Jawaban:
Kurikulum itu sudah jelas, kamu mulai dari yang kamu mampu kalau itu pada SD atau SMP atau SMA maka dimulai dengan Arba’in Nawawi dan kamu genapkan menjadi 50 hadits. Inilah yang sepatutnya diajarkan pada kurikulum pelajaran dan adapun setelah itu pakai kitab Umdatul Hadits (Umdatul Ahkam) karya Abdul Ghani, dalam pengajaran dan hapalan. Dan setelah itu Bulughul Maram di SMA dan Universitas dan buat yang dimudahkan pakailah kitab Al-Muntaqa karya Ibnu Taimiyah yang bagus dan ini adalah kitab yang agung. Dan begitu pula dalam Aqidah gunakan kitab tauhid, Aqidah Washitiyaya, Ushul Tsalatsah, Iqtidha’Shiratil Mustaqim, Qawa’id Arba’i. Kitab Tauhid itu adalah kitab yang bagus dan penting dan juga Kasyfus Syubuhat, Aqidah Washitiyyah, kitab ini semua penting, Al Ma’iyyah, Al-hamawiyyah. Ini adalah 2 kitab yang agung, Fathul Majid kitab yang agung untuk referensi, Taisiir Azizil Hamid, ini kitab-kitab yang agung untuk referensi dan untuk mengambil manfaat darinya. Zadul Ma’ad karya Ibnu Qayyim kitab yang agung,dan kitab-kitab syaikhul islam Ibnu Taimiyyah –Semoga Alloh merahmatinya – kitab-kitab yang bermanfaat dan agung. Adab Syar’iyyah juga kitab yang agung dan bermanfaat, begitu juga kitab-kitab yang lain seperti Al-Muntaha, Al-Bulu’, Al-Mugni’ dan Al-Mughni semua itu kitab-kitab yang bermanfaat, tapi seseorang itu hendaknya melihat pada kitab yang mudah bagi dia seperti kitab Raudhul Murbi’ juga mudah, apalagi itu kitab yang besar untuk anak SMA dan Universitas, banyak faedah-faedah yang besar dan catatan-catatan yang penting disana. Adapun anak-anak kecil maka mereka belajar kitab yang sesuai dengan kemampuan mereka. Jangan ajarkan mereka kitab-kitab yang besar yang membuat ilmunya tidak tercapai dan mereka tidak mampu, maka mereka memulai dengan kitab yang pantas untuknya sebelum itu seperti anak SMA.

[Diketik ulang oleh bintu sayadi, dari video ceramah beliau, terbitan Marjan Production]
Sumber: http://sunnahkami.blogspot.com/2010/12/untuk-yang-mau-ujian.html