Laman

Selasa, 18 Oktober 2011

Perbedaan Akidah Ahlus Sunnah dan Ideologi Syi’ah

Atas permintaan seorang teman yang meminta penjelasan akan perbedaan Ahlussunnah dan Syi’ah, maka saya berusaha memenuhinya dengan mengutip ringkasan Kitab “Mungkinkah Syi’ah dan Sunnah Bersatu?” yang ditulis Syaikh Muhibbuddin Al Khatib.
Pencetus Syi'ah adalah Abdullah bin Saba' orang Yahudi yang menyamar menjadi seorang muslim untuk menghancurkan Islam dari dalam sejak zaman sahabat.

1.      Al Qur’anul Karim
Ahlussunnah: Telah disepakati keasliannya dan terjaga dari penambahan dan kekurangan. Al qur’an harus dipahami selaras dengan kaedah bahasa Arab. Mereka mengimani setiap hurufnya sebagaimana mereka meyakini bahwa Alqurán adalah Kalamullah ta’ala, bukan hasil rekayasa, bukan pula makhluk. Tidak ada kebatilan yan datang kepadanya baik dari arah depan maupun arah belakang. Al qurán adalah dasar pertama bagi akidah dan muamalah umat Islam.
Syi’ah: Al qur’an diragukan keasliannya oleh sebagian sekte syiáh. Bila al qurán bertentangan dengan ideologi mereka, mkal qur’an mereka takwilkan dengan berbagai takwilan aneh agar selaras dengan paham mereka. Mereka sering mengungkit-ungkit kisah perselisihan yang terjadi pada awal pembukuan Al qur’an. Ucapan imam mereka adalah dasar hukum yang terpercaya menurut mereka.

2.      Hadits Nabi
Ahlussunnah: Merupakan dasar kedua bagi syari’at Islam, sebagai penafsir Alqur’anul Karim. Tidak boleh menyelisihi hukumyang termaktub dalam hadits apapun yang telah terbukti keshahihannya.
Syi’ah: Tidak menerima hadits selain hadits-hadits yang dinisbatkan kepada keluarga Rasul dan sebagian hadits yang diriwayatkan oleh beberapa pengikut Ali dalam peperangannya dan tidak perduli dengan keshahihannya sehingga sekitar ¾ dari seluruh hadits-hadits Nabi di ingkari oleh mereka.

3.      Sahabat Nabi
Ahlussunnah: Telah sepakat untuk menghormati mereka dan mendoakan keridhoan untuk mereka, bahwa mereka semuanya adalah terpercaya. Meyakini bahwa perselisihan diantara para sahabat semata-mata terjadi karena perbedaan ijtihad mereka yang semuanya didasari oleh keikhlasan. Perselisihan tersebut telah selesai sehingga tidak dibenarkan untuk menumbuhkan kebenciaan kpd mereka. Mereka adalah umat terbaik dari umat-umat yang disebut oleh Allah. Allah telah memuji mereka pada banyak ayat dan telah membersihkan secara khusus sbgn mereka dari kesalahan sehingga tidak halal untuk menuduh mereka.
Syi’ah: sepeninggal Rasulullah, para sahabat telah kafir kecuali beberapa sahabat yang jumlahnya tidak melebihi jumlah jari jemari kedua tangan. Mereka memposisikan Ali sebagai kedudukan istimewa. Sebagian diantara mereka meyakini dialah penerima wasiat nabi, sbgn yang lain menganggapnya sebagai nabi, bahkan sbgn lainnya menganggapnya sbg tuhan. Dari sini, mereka menilai umat Islam berdasarkan sikap mereka terhadap Ali. Atas dasar ini, khalifah sbelum Ali adalah dholim atau kafir. Orang yang menyelisihi pendapat Ali dan keturunannya, maka ia dholim, kafir, atau fasiq.Dari sini mereka membuat jurang pemisah berupa kedustaan dan permusuhan sepanjang sejarah.

4.      Akidah Tauhid
Ahlussunnah: Allah Maha Esa, Mahaperkasa tiada sekutu dan tandingan yang menyerupai Allah. Mereka mengimani ayat-ayat yang memuat sifat-sifat Allah sebagaimana adanya, tanpa takwil, pengingkaran,maupun tanpa penyerupaan. Tiada suatupun yang menyerupaiNya (AsSyura:11). Para Rasul yang diutusNya, telah menyampaikan risalah dan tiada sedikitpun yang mereka sembunyikan. Mengimani hanya Allah lah yang mengetahui hal-hal yang ghoib. Doa, nazar, sembelihan hanya ditujukan kpd Allah semata. Hanya Allah sajalah yang berkuasa dan tiada seorangpun yang berkuasa atau berpengaruh bersamaNya, baik makhluk hidup maupun yang telah mati. Seluruh makhluk membutuhkan karunia dan kemurahan Allah. Ma’rifatullah wajib dieperoleh dengan syariat dan ayat-ayat Allah sebelum dengan akal pikiran.
Syi’ah: Beriman kpd Allah dan keesaanNya tetapi mencampurinya dengan noda-noda syirik. Mereka mengiringkan doa kepada Allah dengan doa spt berkata “Ya Ali”, “Ya Husein, Ya Zainab”. Bernazar dan menyembelih untuk selain Allah. Mereka meminta orang yang telah mati berbagai permohonan. Mereka memiliki berbagai bacaan doa dan bait-bait syair yang membuktikan fakta ini, dan dengannya mereka beribadah. Mereka meyakini imam mereka terjaga dari kesalahan, mengetahui hal-hal ghoib, dan mampu mengatur alam semesta. Syi’ahlah yang mencetuskan aliran tasawuf guna mengimplementasikan ideologi sesat ini. Meyakini ada kemampuan khusus yang dimiliki para imam, quthub, dan ahlul bait. Selalu menekankan pengikutnya ttg keberadaan kasta dalam agama. Menurut mereka ma’rifatullah harus diperoleh dengan akal bukan syariat. Ayat-ayat Al qur’an hanya sebagai penguat bagi kesimpulan akal pikiran, bukan sebagai dasar utama.

5.      Melihat kepada Allah
Ahlussunnah: Dapat terlihat hanya di akhirat saja. “Wajah-wajah orang mukmin pada hari itu berseri-seri.KepadaNya lah mereka melihat” (QS. Al-Qiyamah:22-23)
Syi’ah: Tidak mungkin terjadi baik di dunia maupun di akhirat

6.      Perkara Ghoib
Ahlussunnah: Hanya Allah ta’ala yang mengetahuinya. Perkara ghoib yang Allah wahyukan kepada Nabi, hanyalah sebagian dari perkara ghoib yang dikehendakiNya karena ada kemaslahatan tertentu (liat QS. Al Baqarah:255)
Syi’ah: Meyakini pengetahuan hal-hal ghaib adalah hak imam mereka dan Nabi tidak berhak mengabarkan tentang perkara-perkara ghaib. Oleh karena itu, sebagian diantara mereka menuhankan imam-imam mereka.

7.      Keluarga (Alu) Rasulullah
Ahlussunnah: Mereka adalah adalah pengikut Rasulullah dalam agama Islam ini dan ini pendapat rajih. Ada yang berpendapat, mereka adalah orang-orang yang bertakwa diantara umatnya. Ada yang berpendapat mereka adalah karib kerabat Nabi dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Abdil Muthalib
Syi’ah: Keluarga Rasulullah adalah menantunya yaitu Ali dan sebagian anaknya saja serta anak keturunan dan cucu–cucu mereka.

8.      Antara Syariat dan Hakikat
Ahlussunah: Meyakini syariat adalah hakikat. Rasulullah tidak menyembunyikan satu ilmupun dari umatnya. Tidak ada satupun kebaikan melainkan telah beliau tunjukkan kpsd kita, dan tidak ada satupun kejelekan melainkan telah beliau peringatkan. “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu” (Al Ma’idah:3). Meyakini dasar agama adalah Al Qur’an dan As Sunnah, tidak memerlukan sesuatu yang lain sebagai penyempurna keduanya. Metode beramal, beribadah, dan berhubungan dg Allah telah jelas tanpa perlu perantara. Yang mengetahui hakikat hamba hanya Allah semata sehingga tidak layak bagi kita untuk mendahului Allah dengan membersaksikan akan kesucian diri seseorang. Setiap ucapan manusia dapat diambil dan ditinggalkan kecuali Nabi yang ma’shum.
Syi’ah: Syariat adalah sekumpulan hukum yang diajarkan oleh NAbi dan ajaran ini hanya berlaku bagi orang-orang awam. Adapun hakikat dan ilmu yang secara khusus dari Allah, maka tidak ada yang mengetahuinya selain para imam ahlul bait, yaitu sebagian keluarga nabi saja. Para imam mendapatkan ilmu dari jalur warisan turun temurun yang selalu dijaga kerahasiaannya. Para imam terjaga dari kesalahan. Jadi amalan imam adalah syariat dan perilakunya pasti benar. Tidak ada seorangpun yang berhubungan dengan Allah kecuali dengan perantara yaitu para imam mereka secara berlebih-lebihan mislnya Wali Allah, Pintu Allah, Al Ma’shum, Hujatullah, dll

9.      Ilmu Fikih
Ahlussunnah: Snantiasa mengindahkan dengan detail segala hukm-hukum Al Qur’an dan yag dijabarkan oleh sabda dan perbuatan Nabi sbgmana disebutkan dalam hadits. Ucapan para sahabat dan tabi’in yang terpercaya merupakan acuan untuk memahami hukum-hukum tersebut karena mereka adalah orang-orang yang paling dekat dengan Rasulullah dan teruji keloyalitasannya kpd beliau. Setelah sempurna syariat Allah, mk tidak ada hak bagi siapapun untuk mengadakan syariat baru dalam urusan agama. Hanya saja untuk memahami perincian dan permasalahan yang terjadi dan berbagai kemaslahatan umum, kita harus merujuk kpd ulama-ulama yang terpercaya dengan tetap mengindahkan batasan-batasan Al Qur’an dan As Sunnah.
Syi’ah: Ilmu fikih berlandaskan pada sumber-sumber khusus yang mereka nisbatkan pada imam-imam tertentu mereka, berdasarkan hasil takwil dari beberapa ayat AlQur’an dan sikap mereka yang gemar menyelisihi keumuman umat Islam. Mereka berambisi untuk senantiasa menyelisihi ahlussunnah dan memperluas perbedaan dengan ahlussunnah seperti dalam adzan, waktu sholat, adab tata cara sholat, mulai dan berbuka puasa, ibadah haji dan ziarah, hukum zakat dan penyalurannya, pembagian wariasan, dll..

10.  Kepatuhan (Al Wala’)
Ahlussunnah: Meyakini ketaatan utuh hanya diberikan kepada Rasulullah. “Barangsiapa  menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah” (An Nisaa:80). Adapun selain beliau, maka tidak ada ketaatan selain ketaatan yang diatur oleh kaedah-kaedah syariat. Tidak ada ketaatan kepada sesama makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah.
Syi’ah: Meyakini ketaatan merupakan salah satu rukun iman. Kepatuhan adalah mempercayai keduabelas imam mereka-termasuk imam yang tersembunyi dalam terowongan-. Jadi orang yang tidak patuh kepada ahlul bait dianggap tidak beriman, tidak dijadikan imam sholat, tidak berhak dapat zakat wajib tapi boleh diberi sedekah sunah layaknya orang kafir.

11.  Taqiyyah (Menampakkan sesuatu yang menyelisihi isi batinnya guna menghindari bahaya)
Ahlussunnah: Tidak dibenarkan melakukan taqiyyah terhadap sesama muslim yaitu menipu dengan ucapan maupun penampilan. Taqiyyah tidak dibenarkan kecuali kpd orang kafir, para musuh Allah, dan saat perang saja karena perang adalah tipu daya.
Syi’ah: Taqiyyah adalah wajib, agama seseorang tidak akan tegak kecuali dengannya. Mereka meyakini dan menerapkan secara terus terang maupun sembunyi-sembunyi, terutama dihadapkan pada situasi yang menyulitkan. Jadi tidak mengherankan bila mereka berlebih-lebihan dalam memuji orang-orang yang telah mereka anggap kafir yang layak untuk dibunuh. Perangai inilah yang menjadikan mereka menghalalkan segala cara unuk berdusta, menipu, dan bermuka dua.

12.  Imamah (Kepemimpinan) dan Kepala Pemerintahan
Ahlussunnah: Pemimpin negara adalah seorang kholifah yang dipilih dari keumuman umat Islam. Seorang khalifah disyaratkan mempunyai kecakapan yaitu berakal sehat, dewasa, berilmu, telah dikenal akan keshalihan, amanah, kemampuannya untuk mengemban tanggungjawab. Dipilih oleh ahlul halli wal ‘aqdi dan diberhentiak oleh mereka bila berlaku tidak adil atau menyeleweng dari hukum Al Qur’an dan As Sunnah. Pemimpin wajib ditaati bagi setiap muslim. Kepemimpinan adalah tugas dan tanggungjawab, bukan penghargaan dan bukan pula rampasan perang.
Syi’ah: Kepemimpinan adalah hak warisan anak keturunan Ali dan Fatimah dengan adanya perbedaan pendapat diantara sekte syi’ah ttg penentuan mereka. Kare doktrin seperti inilah, mereka tidak pernah bersikap loyal secara tulus kpd seorang pemimpin pun yang berasal dari selain keturunan tersebut. Karena sepanjang sejarah doktrin kepemimpinan tidak dapat terealisasikansbgmn yang diimpikan, sehingga mereka mencetuskan “teori Kebangkitan”, maksdnya pemimpin mereka yang bergelar Al-Qa’im akan bangkit kembali pada akhir zaman dan akan keluar dari lorong persembunyiannya untuk membantai seluruh musuh-musuh politiknya.

Semarang, 13 Ramadhan 1432/ 13 Agustus 2011
Abu Abdillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar