Laman

Selasa, 18 Oktober 2011

Hukum Syar'i Belajar Ilmu Manajemen dan Pemasaran


Hukum Syar'i Belajar Ilmu Manajemen dan Pemasaran
Pertanyaan, “Apa hukum mempelajari ilmu manajemen?”
Jawaban, ”Tidaklah mengapa mempelajari ilmu manajemen karena hukum asal ilmu-ilmu keduniaan adalah boleh dipelajari. Bahkan, boleh jadi, hukum mempelajari ilmu manajemen adalah wajib jika tidak dijumpai orang Islam yang mengajarkan ilmu yang begitu penting ini kepada kaum muslimin.”
Pertanyaan, “Apa hukum ilmu pemasaran, mengingat isi ilmu tersebut berasal dari barat, artinya kami mempelajari ilmu pemasaran dengan menggunakan metode barat, seakan-akan kami kuliah di salah satu universitas di Inggris atau di Amerika?”
Jawaban, “Mempelajari ilmu pemasaran --hukumnya-- boleh, meski sebagian kurikulumnya mengajarkan cara-cara yang haram dalam memasarkan produk, misalnya: menipu konsumen. Hukum mempelajari ilmu semacam ini adalah mubah, selama mayoritas kurikulumnya mengajarkan trik-trik yang mubah, misalnya: dengan menyakinkan konsumen, mengambil simpati hatinya, menimbang waktu dan tempat yang tepat ketika mempromosikan produk, menggunakan kata-kata yang memikat, mengetahui keinginan dan kesukaan konsumen sehingga info yang disampaikan kepada konsumen mengenai produk yang ditawarkan adalah info yang tepat untuk konsumen tersebut, atau pun metode-metode mubah lainnya.
Tidaklah masalah status ilmu ini, yang pada asalnya berasal dari barat, asalkan materi yang disampaikan bukanlah materi yang haram menurut timbangan syariat. Ini adalah hukum terkait mempelajari ilmu pemasaran.
Adapun ketika mempraktikkan ilmu pemasaran di dataran praktis seorang muslim harus menimbang berbagai hukum dan kaidah syariat, meninggalkan berbagai hal yang diharamkan atau pun dimakruhkan oleh hukum agama. Tidak boleh menipu konsumen, menyembunyikan atau pun menutupi cacat produk. Tidak boleh menawarkan barang dengan menggunakan gambar yang haram, kata-kata tercela, atau pun musik. Tidak boleh menggunakan berbagai hal yang mendorong konsumen untuk membeli suatu produk, padahal dia tidak membutuhkannya. Tidak pula diperbolehkan memanfaatkan rasa malu konsumen dengan adanya penjelasan yang terlalu panjang lebar ketika menawarkan suatu produk sehingga dia mau membeli produk yang ditawarkan.
Metode memasarkan atau mempromosikan suatu produk haruslah dalam koridor hal-hal yang dinilai mubah oleh syariat.
Perlu disadari bahwa seorang yang memasarkan dan mempromosikan suatu produk adalah wakil dari penjual atau pemilik barang dan Nabi bersabda terkait dengan penjual dan pembeli,
فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كتما وكذبا محقت بركة بيعهما
"Jika penjual dan pembeli jujur dalam menceritakan kelebihan produknya dan menjelaskan apa adanya mengenai kekurangan produknya maka jual beli yang terjadi adalah jual beli yang diberkahi. Sebaliknya, jika keduanya berdusta ketika menyebutkan kelebihan produk yang ditawarkan dan menyembunyikan kekurangan produknya maka jual beli yang terjadi adalah jual beli yang sudah dicabut keberkahannya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Referensi:
http://www.salmajed.com/fatwa/findnum.php?arno=5699
http://www.salmajed.com/fatwa/findnum.php?arno=3005
Artikel www.PengusahaMuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar