Laman

Selasa, 18 Oktober 2011

Antara Canda dan Tangis Syaikh Ibnu Baz

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa di Saudi Arabia). Meski beliau adalah seorang ulama besar kelas internasional namun di antara sisi-sisi kehidupan beliau juga terdapat guyon dan canda. Seorang ulama tidak harus hanya menjalani hidup dengan keseriusan. Canda yang tepat dan proposional adalah bagaikan garam bagi kehidupan kita.
Jika ada seorang yang berkunjung ke rumah Syaikh Ibnu Baz maka beliau pasti menawari orang tersebut untuk turut makan malam bersama beliau. Jika orang tersebut beralasan, “Wahai Syaikh, saya tidak bisa” maka dengan nama berkelakar Ibnu Baz berkata, “Engkau takut dengan istrimu ya?! Marilah makan malam bersama kami”.
Ada salah seorang suami dari cucu Syaikh Ibnu Baz menemui beliau dan berkata, “Wahai Syaikh, kami ingin agar engkau mengunjungi dan makan di rumah kami”. Jawaban beliau, “Tidak masalah, jika engkau menikah untuk kedua kalinya maka kami akan datang ke acara walimah insya Allah”.
Setelah pulang, orang ini bercerita kepada istrinya tentang apa yang dikatakan oleh kakeknya. Kontan saja cucu perempuan dari Syaikh Ibnu Baz buru-buru menelpon kakeknya. “Wahai Syeikh, apa maksudnya?”. Ibnu Baz berkata kepada cucunya, “Kami hanya guyon dengan dia. Kami tidak mengharuskannya untuk nikah lagi. Kami akan berkunjung ke rumahmu meski tidak ada acara pernikahan”.
Ketika Syaikh Ibnu Baz hendak rekaman untuk acara Nurun ‘ala Darb (acara tanya jawab di radio Al Qur’an Al Karim di Saudi), biasanya beliau melepas kain sorbannya dan dengan nada canda beliau berkata, “Siapa yang mau memikul amanah?”. Jika ada salah seorang yang ada di tempat tersebut mengatakan, “Saya” maka beliau berkata, “Silahkan ambil”.
Suatu ketika, ketika Syaikh Ibnu Baz hendak rekaman untuk acara Nurun ‘ala Darbi ada seorang yang berada di tempat tersebut sedangkan Syaikh ingin agar dia keluar namun dengan cara baik-baik. Beliau berkata, “Wahai fulan, kami hendak rekaman untuk dua seri sekaligus dan aku kira hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama”. “Tidak apa-apa, insya Allah. Aku akan duduk dan mendapat banyak ilmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Baz berkata, “Aku khawatir engkau akan batuk. Bukankah kau tahu bahwa dalam proses rekaman tidak boleh ada suara batuk ataupun suara lainnya”. Orang tersebut berkata, “Insya Allah, aku tidak akan batuk”. Syaikh berkata, “Tidak, batuk yang akan mendatangimu”. Akhirnya orang tersebut faham apa yang diinginkan oleh Syaikh Ibnu Baz. Orang tersebut lantas keluar meninggalkan ruangan rekaman.
Disamping bercanda, beliau juga terkadang menangis. Beberapa kali acara pengajian berhenti dan putus di tengah jalan dikarenakan beliau menangis.
Ketika Syeikh Ibnu Qasim membaca kitab Zaad al Ma’ad di hadapan beliau, ketika sampai pembahasan tuduhan dusta terhadap Aisyah, beliau menangis. Jadilah pengajian terputus di tengah jalan karena tangisan.
Ketika dibacakan di hadapan beliau kejadian wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tepatnya ketika Abu Bakr berkata, “Siapa yang menyembah Muhammad maka sungguh Muhammad telah meninggal dunia” maka Syeikh Ibnu Baz menangis keras.
Demikian pula, beliau menangis ketika di sampaikan kepada beliau berbagai musibah yang menimpa kaum muslimin, meski ketika beliau sedang makan atau mengisi pengajian.
Inilah canda dan tangisan seorang ulama, menangis ketika sikon menuntut demikian. Sebaliknya, bercanda juga pada kondisi yang tepat.
Terkait dengan canda, Syeikh Ibnu Sa’di mengatakan,
“Canda itu bagaikan garam untuk makanan. Jika terlalu banyak tidak enak, terlalu sedikit juga tidak enak”.
Jangan pula bercanda dengan semua orang. Canda adalah bagian dari dakwah.
Dalam kitab Al Istiqomah, Ibnu Taimiyyah berkata,
“Nabi tidak pernah bercanda dengan para sahabat senior baik dari kalangan muhajirin ataupun anshar. Beliau hanya bercanda dengan wanita, orang miskin, anak-anak dan orang-orang lemah semisal budak yang memang memerlukan perhatian khusus”.
http://ustadzaris.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar